PENGOLAHAN TANAH SAWAH
LAPORAN
PRAKTIKUM
Diajukan Guna Memenuhi Tugas
Praktikum Pengantar
Teknologi Pertanian
Oleh
Kelompok : 1
Akmaniyah (151510501201)
Sofi Unah Binti Riyanto (151510501213)
Aulia Hikmah Vira (151510501152)
Wildatun Munawara (151510501185)
Yulid Nisrohah Zaizulini (151510501052)
Rofi’ah (151510501209)
Dinda Nabila Maulani (151510501243)
Muhamad Ali Wafi (151510501318)
Dwi Nur Aini (151510501071)
LABORATORIUM AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Arianti (2011) menjelaskan bahwa pengolahan tanah merupakan setiap
kegiatan manipulasi mekanik terhadap tanah dengan tujuan menciptakan kondisi
tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Kegiatan pengolahan tanah meliputi
pembukaan lahan baru dan bajak atau cangkul untuk kegiatan pertanian. Pengelolaan
tanah mencakup semua tindakan yang dilakukan terhadap tanah dengan tujuan
melindungi atau mengawetkan tanah agar kesuburannya bertahan dari waktu ke
waktu atau mengembalikan kesuburan tanah dalam jangka panjang.
Tanah adalah lapisan atas bumi yang merupakan campuran dari
pelapukan batuan dan jasad makhluk hidup yang telah mati dan membusuk, akibat
pengaruh cuaca, jasad makhluk hidup tadi menjadi lapuk, mineral-mineralnya
terurai (terlepas) yang dibantu oleh organisme pengurai, dan kemudian membentuk
tanah yang subur. Tipe penggunaan lahan sangat peting bagi semua jenis tanah
untuk menjaga kesuburann tanah. Tanah sawah mempunyai perbedaan dengan tanah
lahan kering. Tanah sawah memiliki ciri utama identik dengan genangan air dalam
waktu yang lama, sedangkan lahan kering tidak tergenang. Perubahan kimia yang
disebabkan oleh penggenangan tanah sawah sangat mempengaruhi dinamika dan
ketersediaan hara padi. Setiap
tanah memiliki kandungan bahan organik yang berbeda-beda sesuai dengan
karakteristik tanahnya dan penggunaan lahannya. Perubahan vegetasi atau
penggunaan lahan dan pola pengelolaan tanah menyebabkan perubahan kandungan
bahan organik tanah (Saridevi, 2013).
Tanah berfungsi sebagai media tumbuh tanaman dan air juga
merupakan salah satu faktor harus dipersiapkan kondisinya untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Persiapan ini dillakukan dengan
pengelolaan tanah dan air secara benar, tepat dan efisien dengan teknik
tertentu. Pengolahan tanah harus sesuai sifat karakterisitk tanah dan
karakteritik jenis komoditi tanaman yang akan diusahakan.
Mustafa dkk, 2012 memaparkan bahwa pengolahan tanah perlu
dilakukan sebagai upaya memanipulasi kondisi tertentu tanah untuk menghasilkan seedbed
dan rootbed yang optimal guna mendukung awal pertumbuhan tanaman sampai
mencapai produksi. Secara umum pengolahan tanah memiliki tujuan dan kepentingan
yaitu untuk mencapai kondisi yang optimal agar perkecambahan benih dapat
berlansung cara optimal. Pengolahan tanah juga berfungsi untuk mencapai
kemudahan pertumbuhan dan perkembangan sistem perakaran yang optimal dalam menyerap
air, unsur hara, O2 supaya dapat menopang pertumbuhan dan perkembangan
bagian atas tanaman yang seimbang dan selanjutnya dapat memberi hasil yang
optimal sesuai yang diharapkan. Hal tersebut mencerminkan bahwa pengolahan
tanah tidak lain adalah usaha manipulasi kondisi tanah yang jelek (yang tidak
dapat mendukung perkecambahan dan pertumbuhan serta perkembangan akar secara
optimal) atau yang kurang mendukung perkecambahan dan pertumbuhan/ perkembangan
sistem perakaran.
Pengolahan tanah yang memperbaiki kondisi tanah juga memberi
kondisi yang baik untuk mendukung aktivitas organisme dan mikroorganisme tanah yang
berperan dalam proses dekomposisi bahan organik dalam tanah termasuk humus. Pengolahan
tanah dapat menurunkan kadar bahan organik tanah. Pengolahan lahan yang
dilakukan dalam jangka panjang dan semakin intensif pengolahan tanah maka akan semakin
cepat pula kadar bahan organik tanah menurun, bila tidak ada tambahan bahan
organik ke dalam tanah.
Tujuan dan kepentingan pengolahan tanah sangat menunjang terhadap
keberhasilan usaha pertanian, namun pengolahan tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan
terjadinya kerusakan tanah sebagai akibat dampak negatif dari pengolahan tanah.
Bukan berarti bahwa satu kali pengolahan tanah dapat langsung merusak tanah,
tetapi pengolahan tanah secara terus menerus dapat menurunkan fungsi produksi
tanah sampai pada tingkat tanah tidak lagi mampu dapat berfungsi. Untuk itu
pengolahan tanah yang dilakukan secara tidak benar dan tidak efektif secara
terus-menerus dapat menurunkan fungsi tanah. Pengolahan tanah akan lebih baik
apabila dilakukan secara minimum.
Arianti (2011) menjelaskan bahwa pengolahan tanah dapat
berupa pembukaan lahan baru maupun pengolahan sebelum tanam. Pembukaan lahan
pertanian ada yang dilakukan dengan menggunakan pengolahan ada pula yang tanpa
pengolahan. Pembukaan tanah tanpa pengolahan (bajak/cangkul), air hujan yang
jatuh langsung mengenai tanah dengan daya hempas lebih besar dari tegangan
permukaan tanah yang akan merobek lapisan permukaan tanah sehingga mudah
tererosi. Pengolahan tanah yang dilakukan pada tanah-tanah dengan tujuan
memperbaiki komposisi tanah, akan terjadi penutupan pori-pori oleh partikel
tanah yang terdegradasi sehingga menurunkan kapasitas infiltrasi tanah. Pengolahan
tanah tersebut dapat berdampak buruk terhadap konservasi tanah dan air. Walaupun
tujuan pengolahan tanah adalah untuk memberikan lingkungan tumbuh yang baik
bagi tanaman, akan tetapi pada sisi yang lain dapat menyebabkan penurunan
kualitas tanah akibat erosi sehingga dibutuhkan metode pengolahan tanah yang
sesuai terutama pada lahan kering yang rentan terhadap erosi.
Pengolahan tanah dalam konteks konservasi pada tanah kering
sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal penting yaitu, pengolahan tanah
terbatas, yaitu pengolahan tanah hanya pada larikan tanam. Hal ini selain
bertujuan menghindari perpindahan tanah oleh air lebih jauh, dapat
mempertahankan lengas tanah alur yang dioleh serta efisien dalam pemantatan
sumberdaya. Selain tersebut pengolahan tanah dengan tujuan penyiangan sebaiknya
dilakukan dengan cara mencabut atau dengan penggunaan herbisida agar tidak
terjadi perusakan permukaan tanah yang lebih luas sehingga memungkinkan terjadi
erosi.
Alternatif pengolahan tanah dengan prinsip konservasi yang
lebih menekankan aspek perbaikan kesuburan tanah dan penyimpanan air adalah pemanfaatan
mulsa. Pemulsaan (mulching) bertujuan menghambat perambatan panas secara
konduksi yang dapat mengakibatkan kerak pada permukaan tanah, menghambat
penguapan air dari permukaan tanah (evaporasi) dan meningkatkan daya infiltrasi
tanah serta dampak biologis tanah.
Menurut Intara dkk. (2011) pengolahan lahan yang biasa
dilakukan (conventional tillage) yaitu
dengan melakukan pekerjaan pencacahan sisa-sisa tanaman dan menyatukannya ke
dalam tanah. Pengolahan tanah yang dilakukan seperti biasanya membutuhkan
energi tinggi untuk pengolahan tanah pertama yang diikuti dengan pengolahan
tanah kedua untuk membasmi gulma dan menyiapkan lahan pertanaman.
Pola pertanian konvensional memberikan sumbangsih paling
besar terhadap pemanasan global dengan menghasilkan emisi gas methan paling
banyak bila dibandingkan dengan Pola bertani Pengelolaan tanaman Terpadu (PTT)
dan pola System Rice Intensification (SRI). Selain dapat menekan emisi
methan, pola bertani PTT dan SRI dapat meningkatkan hasil padi sebesar 3,9-5,4%.
Sebagian besar petani melakukan pengolahan lahan dengan sistem olah tanah
sempurna yaitu petani menggunakan traktor sebagai alatnya. Pengolahan tanah
menggunakan traktor dianggap kurang mitigatif terhadap perubahan iklim karena
bertentangan dengan hasil penelitian ADB-GEF-UNDP dalam Deptan (2007)
yang merekomendasikan bahwa dalam rangka menekan emisi gas methan dalam
pengolahan lahan dalam budidaya padi sawah dapat dilakukan dengan cara tanpa
olah lahan atau olah lahan minimum, dimana cara ini dapat menekan 10,8 kg/Ha
gas methan. Penggunaan traktor menghasilkan CO2 dari hasil
pembakaran mesinnya (Ahyar dkk., 2012).
Sukristiyonubowo
(2013) menyatakan bahwa pengolahan
tanah sawah ditujukan untuk membentuk bidang datar, berlumpur halus, dan dapat
digenagi air. Pengolahan tanah sawah yang berasal dari tanah mineral lahan
kering dengan lahan basah (lahan pasang surut dan atau rawa) berbeda. Alat yang
digunakan adalah: cangkul, bajak sapi, dan rotary hand tracktor. Pengolahan tanah dilakukan sebelum
penanaman. Lokasi yang akan digunakan sebagai lahan tanam dapat diolah secara modern
yaitu menggunakan traktor tangan dan ada yang dilakukan dengan alat tradisional
yaitu alat bajak yang menggunakan tenaga hewan ternak. Sebelum pembajakan atau
pengolahan tanah maka tanah sawah harus dibersihkan dari jerami dan rumput
kemudian digenangi air agar tanah menjadi lunak untuk lebih mempermudah proses
pengolahan (Soplanit, 2012).
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui cara mengolah tanah sawah menggunakan
traktor.
2.
Mengetahui tahapan pengolahan tanah sawah.
BAB
2. METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pengantar
Teknologi Pertanian dengan judul “Pengolahan Tanah Sawah” dilaksanakan di Agroteknopark Jubung,
Jember pada hari Kamis, 07 April 2016 pukul 07.00-selesai.
2.2 Alat dan Bahan
2.2.1 Alat
1. Sabit
2. Cangkul
3. Traktor
4. Alat
penunjang kegiatan praktikum
2.2.2 Bahan
2.3 Metode
P raktikum
1. Membersihkan
areal persawahan dari sisa jerami atau rumput.
2. Memperbaiki
dan memeriksa kembali saluran aliran air serta galengan.
3. Melakukan
pembajakan sawah menggunakan hand tractor.
4. Bagian
sawah yang tidak dapat terjangkau oleh hand tractor, maka diolah
menggunakan cangkul.
5. Menjalankan
traktor sesuai dengan pola atau alur yang ditentukan.
6. Setelah
selesai dibajak, tanah sawah diberokan/dibiarkan dalam keadaan jenuh air selama
beberapa hari. Kemudian melakukan penggaruan.
BAB
3. HASIL
PEKERJAAN
PENGOLAHAN TANAH
|
||
1.
|
Pembersihan
Petak Sawah
|
|
1.
|
1.
|
Tahap
pekerjaan
Tidak dilakukan
pembersihan sawah sebelum pengolahan lahan
|
|
2.
|
Pengamatan
hasil
-
|
|
3.
|
Keterangan
-
|
2.
|
Perbaikan
Saluran dan Galengan
|
|
|
1.
|
Tahap
pekerjaan
-
|
|
2.
|
Pengamatan
hasil
-
|
|
3.
|
Keterangan
-
|
3.
|
Pencangkulan
|
|
|
1.
|
Tahap
pekerjaan
a.
Pembersihan
- Pencangkulan
dapat dilakukan sebelum pembajakan yang berguna untuk membuang gulma dan
sisa-sisa tanaman.
- Rumput-rumput
dan sisa-sisa jeramu dicangkul untuk dibersihkan
b.
Pembalikan tanah
- Melakukan
pencangkulan pada daerah yang tidak terjangkau oleh hand traktor agar tanah
dapat terbalik dan dapat ditanami padi
|
|
2.
|
Pengamatan
hasil
- Setelah
dilakukan pembersihan gulma, tidak terdapat lagi rumput-rumput yang
mengganggu proses budidaya.
- Tanah
yang sudah dicangkul pada bagian-bagian yang tidak terjangkau oleh hand
traktor hasil pembalikan tanahnya tidak terlalu berbeda dengan hasil
pembajakan menggunakan hand traktor.
|
|
3.
|
Keterangan
|
4.
|
Pembajakan
|
|
|
1.
|
Tahap
pekerjaan
- Sebelum
dilakukan pembajakan, tanah digenangi air terlebih dahulu
- Menbajak
tanah yang tergenang air dengan hand traktor yang sudah disediakan.
- Pembajakan
dilakukan dengan alur dari tepi hingga ke tengah sawah.
|
|
2.
|
Pengamatan
hasil
Setelah dilakukan
pembajakan, tanah menjadi lebih halus dan tidak terlalu padat. Tekstur tanah
dapat berubah sehingga tanah yang telah dibajak dapat ditanami padi
|
|
3.
|
Keterangan
-
|
5.
|
Penggaruan
|
|
|
1.
|
Tahap
pekerjaan
-
|
|
2.
|
Pengamatan
hasil
-
|
|
3.
|
Keterangan
-
|
BAB
4. PEMBAHASAN
Sinaga dkk. (2015)
memaparkan bahwa kegiatan pengolahan tanah merupakan semua kegiatan
memanipulasi mekanik terhadap tanah yang bertujuan untuk menciptakan kondisi
tanah yang dapat mendukung bagi pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah memiliki
beberapa tujuan namun yaitu diantaranya ialah menyediakan tempat tumbuh bagi
benih atau bibit, menggemburkan tanah pada sekitar daerah perakaran tanaman,
membalikkan tanah sehingga sisa-sisa tanaman dan rumput dapat terbenam di dalam
tanah serta untuk memberantas gulma. Pengolahan
tanah juga akan menciptakan perubahan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah
untuk menjadi lebih baik hingga kedalaman tertentu untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Proses pengolahan tanah
memiliki banyak kegunaan selain kegunaan yang telah disebutkan diata,
pengolahan tanah juga dapat membunuh gulma dan tanaman yang tidak diinginkan,
menurunkan laju erosi, meratakan tekstur tanah untuk memudahkan pekerjaan pada
lahan, dan menyatukan pupuk dengan tanah.
Menurut Mardinata dan
Zulkifli (2014) pengolahan tanah dapat dilakukan secara tradisional dan dapat
dilakukan secara modern. Pengolahan tanah yang dilakukan secara tradisional
yaitu dengan menggunakan alat-alat sederhana seperti cangkul, sedangkan
pengolahan secara modern telah menggunakan traktor. Pengolahan lahan dengan
menggunakan traktor bertujuan untuk menciptakan keadaan fisik tanah yang sesuai
bagi pertumbuhan tanaman dengan memanfaatkan peralatan yang bekerja secara
mekanis dan berkapasitas besar. Suswadi dan Suharto (2011) juga menjelaskan
bahwa pengolahan tanah mempunyai tujuan untuk mempermudah perkembangan akar
tanaman.
Ratmini dan Yohanes (2013)
menjelaskan bahwa lahan yang tidak diolah akan akan menghasilkan beberapa
kendala, yaitu diantaranya adalah tanah akan bertekstur kasar atau membentuk
bongkahan-bongkahan serta tidak rata sehingga terdapat genangan air apabila
pengolahan tanah tidak diolah dengan sempurna, rimpang dan biji gulma akan
cepat bertunas dan tumbuh kembali yang akan menimbulkan persaingan dengan
tanaman utama.
Pengolahan tanah dapat
dilakukan dengan beberapa tahapan sebelum melakukan menanaman yaitu pembersihan
lahan, perbaikan saluran dan galengan, pencangkulan, pembajakan dan penggaruan.
Kegiatan pengolahan lahat yang dilakukan di Agroteknopark maliputi pencangkulan
dan pembajakan. Pencangkulan dilakukan dengan dua tujuan yaitu pembersihan
gulma dan sisa-sisa tanaman serta pembalikan tanah. Pencangkulan untuk
pembersihan gulma dan sisa-sisa tanaman dapat dilakukan sebelum pembajakan dilakukan,
sehingga tidak terdapat sisa-sisa tanaman dan gulma pada lahan. Pencangkulan
untuk pembalikan tanah dapat dilakukan setelah pembajakan, yaitu pada bagian-bagian
tanah yang tidak terjangkau oleh hand
traktor. Hasil pembalikan tanah yang menggunakan cangkul tidak terlalu
berbeda dengan pembajakan menggunakan hand
traktor. Pembajakan tanah dilakukan untuk melakukan pembalikan tanah. Lahan
sebelum dibajak perlu digenangi air supaya pembajakan lahan akan semakin mudah
dilakukan. Pembajakan dilakukan menggunakan hand
traktor dengan menggunakan alur dari tepi hingga ke tangah lahan. Tanah
yang telah dibajak akan bertekstur labih halus sehingga dapat ditanami.
Kegiatan pengolahan
tanah terdapat beberapa tahapan pekerjaan yaitu dimulai dengan pembersihan
lahan, pencangkulan, pembajakan dan penggaruan. Pembersihan lahan dari
sisa-sisa tanaman dan gulma dilakukan agar lahan terhindar dari benih gulma,
selain itu pembersihan lahan dari sisa-sisa tanaman dan gulma dapat mempermudah
kegiatan pembajakan lahan serta sisa-sisa tanaman dan gulma dapat dimanfaatkan
sebagai mulsa. Pencangkulan merupakan salah satu rangkaian kegiatan pengolahan
lahan. Pencangkulan bisa dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan pembajakan
lahan. Pencangkulan yang dilakukan sebelum pembajakan yaitu pencangkulan yang
dilakukan untuk memperbaiki galengan guna mempertinggi galengan agar agar lahan sawah tidak bocor dan tidak ditumbuhi tanaman
liar (gulma) untuk menghindari tikus bersarang di pematang sawah ini, namun
pencangkulan untuk memperbaiki galengan ini bisa dilakukan setelah pembajakan bersamaan
dengan pencangkulan lahan yang tidak terjangkau oleh hand traktor (Suiatna,
2010).
Pembajakan
lahan merupakan proses pembalikan tanah yang bertujuan untuk mematikan dan
membenamkan sisa-sisa tanaman dan gulma serta untuk membenamkan
bahan-bahan organik seperti pupuk hijau, pupuk kandang dan kompos supaya
bercampur dengan tanah sehingga dapat menyuburkan tanah. Penggaruan dilakukan
setelah proses pembajakan. Penggaruan merupakan proses pemecahan
gumpalan-gumpalan tanah sehingga tanah bertekstur lunak dan lembek. Tanah yang
lunak ini terdiri dari butiran-butiran tanah yang disebut koloid yang mengandung
zat hara Ca, K, Mg yang dibutuhkan oleh tanaman dengan cara diserap oleh akar
tanaman. Penggaruan selain untuk memperhalur
tekstur tanah juga bertujuan untuk meratakan lahan. Perataan lahan akan berguna
untuk mempermudak pengaturan irigasi agar bisa tersebar merata (Suiatna,
2010).
Tanah yang telah diolah
kemudian dilakukan penggenangan tanah selama beberapa hari. Penggenangan
berfungsi untuk mematikan sisa-sisa tanaman dan gulma-gulma yang tumbuh di
lahan sawah (Rokhma, 2009). Penggenangan lahan setelah pengolahan tanah juga akan
menimbulkan perubahan fisiko kimia tanah. Perubahan ini akan mempengaruhi
ketersediaan unsur hara didalam tanah. Aktifitas mikroba tanah akan dirubah
oleh keadaan reduksi yang diakibatkan oleh penggenangan lahan. Peran mikroba
aerob akan diganti oleh mikroba anaerob yang menggunakan sumber energi dari
senyawa teroksidasi yang mudah direduksi yang berperan sebagai penerima
elektron.
Menurut Mardinata dan
Zulkifli (2014) kegiatan pengolahan lahan harus memilih pola pengolahan lahan
yang tepat agar dapat dilakukan dengan waktu yang singkat. Pemilihan pola
pengolahan yang erat hubungannya dengan waktu yang hilang akibat banyaknya
belokan yang dilakukan selama pengolahan tanah. Pola pengolahan tanah harus
dipilih dengan tujuan untuk memperkecil banyak pengangkatan alat untuk
mengurangi waktu yang dipakai untuk melakukan belokan. Oleh karena itu harus
diusahakan bajak atau garu tetap bekerja selama waktu operasi di lapangan. Makin
banyak pengangkatan alat pada waktu belok, makin rendah efesiensi kerjanya.
Pengolahan lahan dapat
dilakukan dengan beberapa pola pengolahan yaitu diantaranya yang banyak dikenal
dan dilakukan adalah pola bolak-balik rapat, pola berkeliling, pola spiral,
pola tepi, dan pola alfa. Pola pengolahan tanah akan mempengaruhi kapasitas
kerja alat pengolah tanah yang digunakan. Pola pengolahan tanah yang baik
adalah pola pengolahan tanah yang meminimalisir waktu terbuang. Dalam hal ini,
waktu berbelok merupakan waktu yang merugikan bagi kita. Jadi pola pengolahan
tanah yang baik adalah pola dengan jumlah berbelok yang paling sedikit
(Mardinata dan Zulkifli, 2014).
Pola spiral merupakan
pola yang paling banyak digunakan oleh para petani, yaitu pembajakan dilakukan
secara terus menerus tanpa pengangkatan alat sehingga waktu yang diperlukan
relatif sedikit. Pola bolak balik rapat memerlukan belokan yang lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah belokan pada pola berkeliling dalam luas petakan yang sama. Pada
pola bolak balik jumlah belokan sekitar 28 kali belokan dan pada pola
berkeliling sekitar 22 kali belokan tanpa ada pengangkatan alat bajak karena
traktor tangan. Pola bolak balik rapat, dengan kecepatan traktor 0,83 m/s
memperoleh rata-rata konsumsi bahan bakar sebesar 1,612 L/jam, untuk kecepatan
traktor 1,25 m/s diperoleh rata-rata konsumsi bahan bakar 2,253 L/jam dan untuk
kecepatan traktor 1,67 m/s diperoleh rata-rata konsumsi bahan bakar 2,331 L/jam.
Sedangkan pada pola berkeliling untuk kecepatan traktor 0,83 m/s memperolah rata-rata
konsumsi bahan bakar sebesar 0,893 L/jam, untuk kecepatan traktor 1,25 m/s
memperolah rata-rata konsumsi bahan bakar 1,112 L/jam dan untuk kecepatan
traktor 1,67 m/s memperolah rata-rata konsumsi bahan bakar 1,316 L/jam. Hal ini
mencerminkan bahwa semakin tinggi kecepatan traktor maka semakin besar konsumsi
bahan bakar. Semakin panjang jarak tempuh traktor tangan maka akan semakin
besar tenaga traktor yang dibutuhkan, sehingga konsumsi BBM akan semakin besar
pula. Konsumsi BBM pola Bolak-Balik Rapat akan lebih besar dibandingkan
konsumsi BBM pola berkeliling (Mardinata dan Zulkifli, 2014).
Sinaga dkk. (2015)
menjelaskan bahwa pengolahan tanah dengan pola tepi yaitu pengolahan yang dilakukan
dari tepi membujur lahan, lemparan hasil pembajakan ke arah luar lahan. Pola
ini juga cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit. Pengolahan dengan pola
ini dapat dilakukan dengan cara traktor diputar ke kiri dan membajak dari tepi
lahan dengan arah sebaliknya. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke
kiri sampai ke tengah lahan. Pola ini memerlukan lahan berbelok (head land)
yaitu pada kedua ujung lahan, sedangkan ujung lahan yang tidak terbajak
tersebut dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak
terbajak diolah dengan menggunakan cangkul pada ujung lahan.
Pengolahan lahan dengan
pola alfa diawali dari tepi sehingga seperti membentuk alfa yang berakhir di
tengah lahan. Hasil pembajakan terlempar keluar, sehingga tidak menumpuk di
dalam lahan. Kekurangan dari pola ini adalah banyak melakukan pengangkatan alat
pada waktu berbelok, sehingga efisiensi kerja dari alat tersebut akan berkurang.
Pengolahan lahan dengan pola alfa merupakan pola pengolahan yang memiliki
jumlah belokan yang paling banyak sehingga menghasilkan kapasitas lapang yang
paling rendah. Tingkat keterampilan operator untuk berbelok sangat dibutahkan,
dimana pembelokan pada pola alfa membutuhkan tingkat keterampilan yang baik. Pada
pengolahan lahan dengan menggunakan pola tepi, dihasilkan efisiensi termis
tertinggi yaitu sebesar 85,03%, yang artinya perbandingan antara daya efektif
traktor dengan daya termal yang dihasilkan bahan bakar tidak terlalu signifikan
jika dibandingkan dengan pola pengolahan lainnya (Sinaga dkk. 2015).
BAB
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pengolahan
tanah merupakan semua kegiatan memanipulasi mekanik terhadap tanah yang
bertujuan untuk menciptakan kondisi tanah yang dapat mendukung bagi pertumbuhan
tanaman. Pengolahan tanah bertujuan untuk menyediakan tempat tumbuh bagi benih
atau bibit, menggemburkan tanah pada sekitar daerah perakaran tanaman,
membalikkan tanah sehingga sisa-sisa tanaman dan rumput dapat terbenam di dalam
tanah serta untuk memberantas gulma.
Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu pembersihan
lahan, perbaikan galengan, pencangkulan, pembajakan dan penggaruan. Pengolahan
lahan juga dapat dilakukan dengan beberapa pola yaitu pola bolak-balik rapat,
pola berkeliling, pola spiral, pola tepi, dan pola alfa. Pola pengolahan lahan
dapat mempengaruhi efisiensi waktu yang diperlukan.
5.2 Saran
Sebiaknya
dilakukan pembersihan lahan terlebih dahulu sebelum melakukan pengolahan tanah
agar pengolahan lahan lebih mudah dilakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahyar, M., N.B. Azis, dan S. Widada. 2012. Perilaku Bertani Padi Sawah Yang Mitigatif Terhadap Perubahan Iklim di
Kabupaten Bima. Pengolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan, 2(2):1-7
Arianti, I. 2011. Pemanfaatan Lahan Dengan Prinsip
Konservasi. Ilmu Pengetahuan dan Rekayasa,
1(1): 1-4
Intara, Y. I., A. Sepai, Erizal, N.
Sembiring, dan B. Djoefrie. 2011. mempelajari pengaruh pengolahan tanah dan
cara pemberian air terhadap tumbuhan tanaman cabai. Embryo, 8(1):1-8
Mardinata, Z. dan Zulkifli. 2014. Analisis Kapasitas Kerja dan Kebutuhan
Bahan Bakar Traktor Tangan Berdasarkan Variasi Pola Pengolahan Tanah, Kedalaman
Pembajakan dan Kecepatan Kerja. Agritech,
34(3): 1-5
Mustafa, M., A.
Ahmad, M. Ansar dan M. Syafiuddin. 2012. Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. Makassar: FPUH
Ratmini, S. dan Yohanes. 2013. Kajian Tanam Sistem
Sonor terhadap Varietas Unggul Padi di Lahan Pasang Surut
Sumatera Selatan (Studi Kasus di Daerah Pasang Surut
Telang). Lahan Suboptimal,
2(1): 75-80
Rokhma, N. M.
2009. Menyelamatkan Pangan dengan Irigasi
Hemat Air. Yogyakarta: Kanisius
Saridevi, G. A.
A. R., W. D. Atmaja, dan M. Mega. 2013. Perbedaan
Sifat Biologi Tanah pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Tanah Andisol,
Inceptisol, dan Vertisol. Agroekoteknologi
Tropika, 2(4):1-10
Sinaga,G., L. A. Harahap,
dan A. Rohanah. 2015. Studi Banding Kinerja Pengolahan Tanah Pola Tepi dan Pola
Alfa pada Lahan Sawah Menggunakan Traktor Tangan Bajak Rotari di Kecamatan
Pangkalan Susu. Rekayasa Pangan dan
Pertanian, 3(4): 1-6
Soplanit, R. dan
S.H. Nukuhaly. 2012. Pengaruh
Pengelolaan Hara NPK Terhadap Ketersediaan N dan Hasil Tanaman Padi Sawah (Oryza
Sativa L.) di Desa Waelo Kecamatan Waeapo Kabupaten Buru. Agrologia, 1(1): 81-90
Suiatna, U.
2010. Pola Tanam Sri. Bogor: Ganesha
Sukristiyonubowo, A. J. Didik, dan S. Hastono. 2013.
Budidaya Padi Pada Sawah Bukaan Baru.
Jakarta: IAARD Press
Suswadi dan I.
Suharto. 2011. Pembelajaran Penerapan Sri (System
of Rice Intensification) di Lahan Tadah Hujan. Surakarta: Bima Bakat